Masih
teringat ketika saya ikut mengkafani uti saya (dari pihak ibu) yang meninggal
hampir 3 tahun lalu. Saat itu saya tidak menangis sama sekali. Saya terlalu
bangga dengan beliau yang meninggal dengan keadaan sangat baik. Kulitnya bersih
dan mulus, mata tidak melotot, rambut masih hitam (padahal telah berusia 85
tahun), dan jasadnya tidak bau sama sekali.
Meski
terharu dan merasa kehilangan, tapi saya tidak meneteskan air mata barang
setetes. Bahkan saya sempat membacakan Yaasiin berkali-kali.
Berbeda
dengan uti dari pihak ayah. Saya agak terlambat datang ketika beliau meninggal.
Saat saya sampai, beliau sudah dimandikan dan dikafani. Bahkan saya tidak
sempat melihat jasad beliau untuk terakhir kali dan hanya sempat sekali
membacakan Yaasiin.
Saya
sedikit menyesal karena tidak punya banyak foto kedua uti saya. Tapi saya mencoba
menebusnya dengan banyak memotret mbahKung, terutama mbahKung dari pihak ibu. Beliau
pun selalu minta difoto ketika ada event keluarga berkumpul.
Ketika
bertemu dengan mbahKung, saya selalu menyempatkan untuk memotret beliau. (Saya
jarang bertemu beliau, karena kami beda kota). Beliau pun selalu mengatakan
kepada anggota keluarga baru (cucu menantu atau cicit menantu) untuk melihat
foto uti yang tergantung di ruang depan.
Menurut
saya, mbahKung dari pihak ibu adalah orang yang sangat cerdas. Di usia yang
sudah sangat renta (90 tahun lebih) beliau masih bisa ingat semua
anak-cucu-cicit bahkan saudara jauh yang jarang bertemu. Tapi beberapa bulan
terakhir ini saya dengar dari Budhe bahwa beliau mulai sedikit pikun. Belum pikun
yang sampai parah, hanya saja kadang bertanya “Aku wis sarapan opo durung? Kok wetengku luwe.” (Aku sudah makan
apa belum? Kok perutku lapar.)
Maka
inilah sedikit foto manis bersama mbahKung atau lebih tepatnya yutKung, karena
lebih banyak foto mbahKung bersama ponakan saya.
Sebenarnya,
saudara-saudara saya juga banyak yang punya foto bersama mbahKung, tapi
foto-foto itu menjadi koleksi mereka dan akan dipamerkan ketika ada event
keluarga besar berkumpul. Harapan kami adalah banyak kenangan manis yang bisa terekam
bersama bapak, bapak mertua, mbahKung, yutKung kami.
Meminjam
lirik lagu dari Maroon 5 “IF HAPPY EVER
AFTER DID EXIST, I WILL STILL BE HOLDING YOU LIKE THIS”
Mengunjungi mbahKung setelah wisuda
![]() |
MbahKung bersama saya dan Bapak |
![]() | ||||
MbahKung bersama Ibu dan Budhe |
Idul Fitri 2011. Evander (ketika itu masih 10 bulan) bermain bersama yutKung.
Idul Fitri 2012. Evander (20 bulan) duduk tenang dipangku yutKung.
Tulisan ini disertakan dalam event Give Away "Kenangan
Manis untuk Giveaway Manis-Manis"
Berbahagialah yang masih punya Mbah Kung...
ReplyDeleteSaat anak saya masih kecil juga sempat "menangi" Yut Kung" yang suka mencatat segala hal di dinding rumah yang terbuat dari papan kayu.
Saya juga punya banyak kenangan dengan Mbah Kung dari Ibuk saya, yang seorang guru dan segalanya ditulis secara rapi, termasuk koleksi foto lamanya.
Makasih sudah ikut GA Manis-Manis.
Salam untuk keluarga, dan juga Mbah Kung nya
Terima kasih sudah mampir, Pak Mars.
DeleteTerima kasih juga untuk Giveaway-nya yang sangat manis :)
Salam akan saya sampaikan.
salam kenal mbak...
ReplyDeletejadi ingat alm mbah kung saya dari pihak ibu, beliau adalah orang yang pendiam. Tapi di balik diamnya beliau, beliau adalah sosok kakek yang sangat perhatian dengan istri, anak dan cucu-cucunya....
Salam kenal kembali Pak/Mas Krisna (bingung manggilnya) :)
DeleteSalut untuk MbahKung-nya yang hebat. Semoga beliau sekarang tlh berada di tempat yang 'indah'. Aamiin ^_^