Awalnya
terpaksa mengeluh panjang karena menyadari bahwa blognya Bibi Titi Teliti
adalah something horror for me.
HORROR!!
Apanya
yang horor? Bagian mana yang horor? Apakah ada cerita tentang setan, hantu
kulit jeruk bali, tuyul gondrong, atau kuntilini? Atau ada thriller? Apa? Apa? Mana?
Mungkin
begitu yang ada dalam benak yang membaca.
Silakan cek sendiri, ini saya sertakan bukti dari TKP. Hehehe
grabbed from here |
Saya
yakin beberapa kening pasti mengernyit. Heran.
Atau
mungkin ada yang langsung nyeletuk “Lebay kok pakai banget!”
Iya,
saya akui saya lebay. Saya lebay karena saya memang tidak paham tentang Korea (sama sekali),
sedangkan kategori yang ditampilkan hampir semua tentang Korea. :(
(Ada
tuh yang bukan tentang Korea, kata yang lain.)
Ada,
memang. But then...voilla! Saya pilih posting berjudul Bad Decision.
Saya
bukan penggemar Korea dan tidak tahu menahu segala sesuatu tentang Korea. Saya bukan
anti-fans, saya tegaskan BUKAN. Saya hanya tidak mengikuti segala sesuatu
tentang Korea. Tidak boy/girl band nya, tidak trend fashionnya, tidak
makanannya. Tidak tentang semua.
Hal
ini saya lakukan agar saya tidak fanatik. Saya sadar diri, kalau saya suka
terhadap sesuatu, saya bisa jadi tied my myself onto it tightly. Akhirnya saya
mengambil keputusan, lebih baik tidak mengikuti sama sekali.
Keputusan
yang buruk! I know it. Ketika semua teman berkumpul mereka asyik bercerita
tentang Korea, sedangkan saya hanya diam sambil menyesap kopi atau teh. Bahkan sempat
merasa seperti terlempar ke luar peradaban. *ambil tissue, siap nangis di
pojokan*
Lalu
saya tahu, bahwa sebagian teman-teman saya tidak benar-benar suka Korea. Mereka mengaku bahwa mereka bukan penggemar tapi hanya mencari tahu banyak hal tentang Korea, agar tidak dianggap ketinggalan jaman. Hanya biar nggak
dikata ‘kampungan’, ‘nggak gaul’, ‘kamseupay’, dll. Mereka malah memuji saya
karena memilih berbeda daripada berpura-pura. *Wow, banyak kembang api di
sekeliling saya...hehehe*
It
ain't a bad decision kan?! *balikin tissue ke tempat semula*
Tapi
saya memang pernah beberapa kali mengambil keputusan yang amat sulit. Seperti ketika
memilih antara berhenti kerja dan melanjutkan program Magister yang kurang 1
semester lagi ATAU tetap kerja dan kuliah dengan risiko lumayan berat. Saya sungguh
bambang eh maksudnya bimbang.
Saya
shalat dan mohon petunjuk dari Allah, karena dua-duanya sangat berarti untuk
saya. Bahkan sempat menemukan tulisan seorang motivator terkenal menulis dalam akun
FBnya, seperti ini:
Bagi yang harus segera memutuskan,
bisikanlah..
Tuhanku Yang Mahaadil, tugasku bukanlah untuk
berhasil, tapi untuk mencoba.
Karena di dalan mencoba itulah aku akan
belajar dan menemukan kesempatan untuk berhasil.
Tapi hati ini terkoyak oleh dua kebaikan yang
saling menuntut pengutamaan dariku.
Tuhan, aku akan tegas memilih yang satu,
walau sulit, karena lebih sulit bagiku jika aku tidak memilih.
Kuatkanlah aku dan lindungilah aku dalam
pilihanku. Amin.
grabbed from here |
Hingga akhirnya saya memutuskan berhenti kerja dan melanjutkan kuliah. Dan
saya mengalami yang namanya post power
syndrome. Benar-benar merasa hampir gila karena tidak melakukan apapun
selain membaca buku-buku tebal, dan duduk di depan laptop untuk searching materi
tesis dan menuangkannya dalam tesis.
Tapi
akhirnya bisa melalui masa itu dan berhasil lulus dalam dalam 3 semester 1
bulan. Agak telat sih sebenarnya, karena 1 bulan itu sudah dianggap masuk semester 4. But, that's ain't a big deal. Finally, I was a magister before 25. It was
a good achievement. *tepuk tangan meriah, kembang api warna-warni dan
terompet berbagai bunyi di sekeliling saya...hehehe*
It
ain't a bad decision kan?!
Achievement
sih achievement, tapi tetap saja ada yang kurang. Dan yang kurang adalaaaaahhhh........
grabbed from here |
Saya
belum punya yang semacam itu. Sedikit curcol. *ambil tissue yang tadi sudah
dibalikin*
Banyak
hal yang saya pertimbangkan ketika harus menerima atau menolak seorang pria. Kebanyakan
teman bilang karena saya belum bisa move-on dari seseorang. Olala... Itu
kenangan lama, temans. Saya sudah menjalani hidup saya dengan normal dan tidak
lagi mewek-mewek karena berpisah dari orang tersebut. *putar Someone Like You –Adele*
Saya
sih sebenarnya enjoy menjalani hidup (sambil berdoa dan berusaha, tentunya). Tapi
orang di sekitar saya, tetangga, saudara, dan semuanya lebih suka
riwil dan selalu bertanya “kapan?” Pertanyaan itu sering membuat saya bingung
lalu berkata dalam hati, “Tuhan tidak pernah salah dengan perhitungan dan
penempatan waktu. Kalau sudah berdoa dan berusaha maka tinggal bersabar dan
menunggu hasil.” *standing ovation, please...hehehe*
Walau
belum punya yang seperti Abah, tapi saya punya teman-teman dan keluarga yang siap selalu
saling membantu dan peduli satu sama lain. Saya bukan pemilih dan hidup saya
juga indah bersama keluarga dan teman-teman yang sangat menyayangi saya dan tidak pernah berhenti memberi support.. *putar
Single Happy –Oppie Andaresta*
Kuyakin akan datang
pasangan jiwaku pada waktu dan cara yang indah...*sing*
Being
single for a while ain't a bad decision kok. *balikin lagi tissue ke tempatnya*
*senyum lebar*
Jadi
tidak ada alasan menyesali keputusan yang sudah dipikir matang. Seperti kisah
Bibi Titi Teliti pada posting Bad Decision. Jujur, saya sangat tidak setuju
dengan pemilihan judul tersebut. Karena pada kenyataannya Bibi Titi Teliti tidak
mengambil keputusan yang buruk kok. Bibi Titi Teliti malah belajar menjadi Wonder Girl...oh maaf maksudnya Wonder Woman, karena sudah bukan 'girl' lagi. :)
Menurut
saya, posting tersebut adalah posting yang bisa menjadi contoh bagi wanita agar
tidak selalu manja dan menye-menye pada
suami, orang tua, pacar, atau pembantu. Manja sih boleh saja, tapi harus tahu
situasi dan kondisi. Kalau selalu manja dan tidak bisa mengandalkan diri
sendiri berarti tidak menghargai perjuangan Ibu Kartini banget tuuuh. Ibu Kartini kan mandiri banget walaupun beliau anak bangsawan yang punya jabatan tinggi di Jepara.
Ibu Kartini sudah
mencontohkan, bahwa setinggi apapun tingkat pendidikan seorang wanita, dia
tetap harus berjuang untuk keluarganya. Jadi kalau berpikir bahwa sekolah
tinggi saja cukup hingga berpikir bahwa tidak perlu belajar masak, menjahit, menyapu, dll, maka saya
bilang SALAH BESAR. Coba kalau suatu hari mengalami LDM (Long Distance Marriage...hehehe
istilahnya agak maksa) seperti itu. Kita sebagai wanita kan harus bisa tetap survive. Let’s check what Bibi Titi Teliti do
while Abah was at Sukabumi.
![]() |
grabbed from here |
Honestly,
I love that part so much. There’s a big effort of being woman, mom, wife.
*standing
ovation for Bibi Titi Teliti*
Ada
hikmah di balik masalah.
Masalahnya
hanya satu, Abah kerja di Sukabumi.
Hikmahnya: (1) Bisa naik
motor, (2) Bisa pasang lampu, (3) Bisa benerin gorden, (4) Bisa cek pintu di
malam hari, dan (5) yang paling spektakuler adalah bisa pasang Aqua gallon
sendiri. Tuh kan, masalahnya cuma satu memunculkan 5 hikmah. Inilah yang
dinamakan ‘mengatasi masalah tanpa masalah’ hehehe...sama sekali tidak
bermaksud iklan. *standing ovation for Bibi Titi Teliti*
It
(still) ain't bad decision either!
Yaituuuuuuu...
![]() |
grabbed from here |
*standing
ovation for Bibi Titi Teliti*
Kenapa
dari tadi standing ovation terus?
Karena
saya tidak punya kritik, cibiran, atau bahkan saran untuk posting tersebut. Bagi
yang sudah baca posting tersebut harusnya jadi terinspirasi untuk belajar
mandiri sejak sekarang. Dan jadi pelajaran bagi saya agar lebih siap kalau
suatu hari nanti mengalami LDM.
Bertepatan juga, di
Bulan Desember, ada moment yang keren banget: HARI IBU. Selamat Hari Ibu untuk
semua ibu Indonesia. (kan posting ini masih dalam tahap penjurian selama Bulan Desember..hehehe)
Oh, tambahan satu hal. Maaf banget karena saya bukan a fan of Korean,
but I also ain’t an anti-fan. Saya lebih baik tidak mengikutinya dan saya
memilih berbeda. Bagi yang mencintai budaya Korea: I appreciate it much, I
swear. *blow some kisses*
Tulisan ini dikutsertakan dalam event Bibi Titi Teliti’s Korean Giveaway!